Kau sudah genap 20 tahun. Menginjak diusia beranjak dewasa, menyisakan jejak remaja dan kanak-kanak. Kau sudah dewasa sekarang. Semua yang mengitarimu pun harus menjadi dewasa, atau kau dewasakan. Berkatanya adalah dewasa, bersikapnya adalah dewasa, melihatnya adalah dewasa, memutuskannya adalah dewasa.Walau mungkin masa-masa remaja masih menyisakan kenangan dan moment terindah untuk dilewati. Saat awal kau mengenal seseorang dari sudut yang berbeda-beda, saat awal kau mencoba menebak apa yang diingini dalam hidup dan masa depan, saat awal kau menerka sebuah rasa, saat awal kau mengenal dan menyapa cinta. Saat itu, kau selalu mengadu padaku, apa arti kerinduan bagi seorang ibu pada anaknya. Dan aku menjawab, yang pasti lebih dalam dari kerinduan sepasang kekasih yang sedang memadu cinta. Lantas kau kembali bertanya, apa arti cinta bagi sepasang kekasih. Dan aku menjawab, yang pasti lebih kecil dari kecintaan seorang ibu pada anaknya.
Kau sudah genap 20 tahun. Bukan lagi anak-anak yang bermanja-manja saat mengingini mainan. Tak sama lagi saat kau menangis, meminta belas kasih ibu agar dibelikan baju baru. Tentu tak juga sama saat semua khayalan harus kau dipaksakan menjelma menjadi nyata. Ini bukan prilaku dewasa seperti yang sering kita diskusikan saat harus bermusuhan semalaman hanya karena sms nyasar misalkan, atau karena praduga tak jelas misalkan, atau karena persinggungan pendapat misalkan. Bukan itu, sekali bukan itu seorang dewasa menjalani interkasi.
“Kita sama-sama belajar menjadi dewasa, dengan segala kelemahan dan kekurangan pada setiap penilaian. Andai kemarahan adalah jalan terbaik, marahlah sesukamu. Tapi menurutku itu salah, kita tak menjadi lebih baik memetakakan hidup dan masalah dengan amarah, dengan kebencian. Terlalu sering kita berprilaku seperti bukan seorang yang sedang belajar menjadi dewasa, karenanya, aku ingin malam ini tak lagi ada kedinginan pada interaksi, berdamailah pada setiap kemarahan, bermurahlah pada setiap kebencian”.
Kau masih ingat, kalimat itu walau tidak sama persis, selalu menjadi jalan penangah saat kita menjadi seperti anak-anak yang berebut mainan. Persoalan kecil menjadi besar. Lantas setelah kalimat itu kukirim, dipagi hari kau akan menjawab dengan sekulum senyum, tandanya kau faham bahwa seorang pembelajar tak harus seutuhnya sempurna menjalani setiap yang dipelajari.
Kau sudah genap 20 tahun. Inilah yang ingin ku katakan. Mungkin tidak bisa kau representasikan sebagai ungkapan hadiah ulang tahun. Karena sejujurnya aku membenci perayaan ulang tahun. Bukan perayaan yang seharusnya kau agul-agulkan, tapi pemaknaan mendalam pada hidupmu yang limitnya semakin berkurang. Usiamu bertambah, namun hak atas hidupmu ternyata berkurang. Apakah pantas ini dirayakan. Sementara takdir seperti yang sering kau katakan seperti sebuah dadu yang dilempar. Tak bisa kita elakan apapun hasilnya yang keluar, kendati setiap pelempar dadu memiliki keinginan yang nyaris sama, mendapat angka terbesar. Itulah takdir hidup, siapapun tak bisa memetakan seberapa kuatnya kita menyemai hari esok, seberapa tangguhnya kita melewati tikungan dan curam jalan hidup, seberapa persis kita menangkap gambar masa depan. Takdir adalah teka-teki. Dan kau sudah menjalani takdirmu dengan meniti ke 20 tahun usiamu.
Syukuri saja, karena takdir masih menautkan kita disuiamu yang ke 20 ini. Syukuri saja, karena kau masih mampu tersenyum saat menonton lawak diusiamu yang ke 20. Syukuri saja, karena takdir masih bisa membuatmu belajar, bermain, besenda gurau. Dan syukuri saja, karena takdir masih membuatmu bisa membaca tulisanku ini. Sekali lagi aku hanya ingin mengatakan, ternyata takdir pun telah mempertemukanmu dengan usia ke-20, usia seorang yang sedang belajar menjadi dewasa.
Disudut ruang
Aku duduk menanti malam
Alunan nuansa senja semakin memudar
Menyisakan kegirangan sepanjang hari
Disudut ruang
Aku duduk menanti malam
Berteman sebaris kata gundah
Berteman segores kata luka
Berteman sederet kata mimpi
Malam terlewati
Menyisakan pagi, menyisakan siang
Menanti bulan menyapa datang
Melihat mentari pamit pergi
Malam terlewati
Bulan akan datang dengan sinar terindah
Membuatku tertegun takjub
Angin malam akan berhembus tajam
Membuatku berselimut dingin
Sunyi suasana akan mengitari
Membuatku termenung sepi
Sungguh itulah hidup
Berputar pada rotasi sama
Merambati waktu yang berbeda
Merambati kenangan yang berbeda
Kau sudah genap 20 tahun. Terima kasih sudah menemaniku sejauh ini, melewati jalan berliku dan curam. Semuanya kita lewati merambati usia yang tertataut atas takdir. Sepanjang masa yang telah terlalui itu, semoga menjadi cerita terindah saat kau tua nanti. Ceritakan pada anakmu, kisahkan pada cucumu atas hari ini, tentang semangatmu meraih mimpi, tentang perjuanganmu mencerahkan masa depan, tentang pengorbananmu membahagaikan hidup dan memberi pembahagiaan atas kehidupan.
Kau sudah genap 20 tahun. Dengan segelintir sisa-sisa keringat yang mungkin masih mengucur deras atas ikhtiarmu, semoga menjadi do’a-do’a yang diamini. Aku bahagia atas ini, tak ada kebahagiaanku yang sesungguhnya, selain melihatmu bahagia, dan semoga kau pun mendapati kebahagiaan itu. Inilah hidup, tiap sudut menikam dan kejam. Tapi kuharap kau tetap sabar, tetap tangguh, tetap berani menjalaninya. Karena, kau sudah genap 20 tahun, menjadi pembelajar untuk dewasa.
Usiamu tak lagi muda
Untuk terus-terusan terjaga
Jangan lagi membungkuk-bungkuk
Agar dunia mengakuimu
Kami tak butuh Itu
Berdirilah di kaki sendiri
Kami pasti menyertaimu
Merdekalah kamu
Merdeka yang sesungguh-sungguhnya
Selamat Ulang tahun
Kami Doakan
Selamat Ulang tahun
Bahagialah
( Iwan Fals )
“Selamat atas usiamu yang ke 20 “ . Semoga lebih bermakna untukmu, dan untuk orang-orang yang mencintaimu. Tetap semangat !!!
Karawang, 02 Maret 2010
Ikmal Maulana
0 komentar:
Posting Komentar