Minggu, 26 Juli 2009

TERTAWA SETIAP DETIK !

Tertawa itu bagian dari nikmat tiada tara, untuk meraihnya tidak perlu mengeluarkan ongkos bahkan pajak bulanan. Sejak kecil kita tidak pernah diajarkan untuk tertawa, bisa kita lakukan karena memang tertawa bagian dari ekpresi dari keriangan, kebahagiaan, maupun kepuasan. Terlepas dari keriangan, kebahagiaan, dan kepuasan itu faktor maupun motifnya apa. Teman saya kemarin tertawa karena dapat jatah ongkos kos lebih, tapi tetangga jauh saya kemari

n juga tertawa-tawa karena ketidakwarasan.. Nah lho, berarti memang tertawa itu satu ekspresi yang bisa dilakukan oleh siapapun dengan motif dan faktor yang berbeda.

Tertawa juga symbol pemerataan kelas social, karena Tuhan member kemampuan tertawa tidak hanya pada orang yang punya kekuasaan dalam “politik”, “bisnis”, tapi semua kelas social diberi hak yang sama untuk tertawa dengan teknik, mode, dan metode yang tentu saja berbeda pula. Jika mata tak melihat, mungkin kita sendiri sukar membedakan mana ketawanya pejabat, mana ketawanya tukang tomat,,,, hehe…

Namun, dibalik naturalisticnya ketawa, ternyata dalam kondisi tertentu sangat tidak jarang kita menjumpai, bahkan mungkin kita sendiri yang mengalami kesulitan untuk tertawa walau pada saat ada moment yang lucu dan konyol sekalipun. Dua hari yang lalu teman saya mengirimi kejutan special berupa kodok yang dibungkus rapi menggunakan kado dan diberikan pada teman spesialnya, niatnya sebenarnya ingin menghibur karena 1 hari sebelumnya keluarga teman yang diberi hadiah itu mengalami musibah.. Pada momentum yang berbeda ternyata bukannya tertawa lepas, teman saya yang menerima kado special itu malah marah-marah.. ya iyaaaa lah… ( lagian iseng banget kodok di kadoin, hehe.. ).

Kitapun mungkin pernah mengalami hal serupa, Jangankan tertawa, tersenyum pun sulitnya luar biasa. Bukan karena syaraf bibir kita yang kaku, tapi karena factor psikis yang mengurung kita dalam kekecewaan, kesedihan, dan kesepian. Pada saat seperti itu, kekonyolan teman saja bisa dianggap ejekan. Pada kondisi seperti itu pula, yang paling sulit dilakukan adalah bersikap proprosional, mana kebutuhan primer mana kebutuhan sekunder… akhirnya, teman2 saya setelah diputuskan pacarnya nekad bunuh diri… lha, dia ga tau yang jadi kebutuhan primer itu nyawa apa pacar???? Aneh…

Berita - SURABAYA - Suara tawa cukup keras terdengar dari Atrium City of Tomorrow (Cito) kemarin. Mirip tawa Mak Lampir, tokoh dalam drama kolosal Misteri Gunung Merapi yang menyeramkan itu. Dua menit kemudian, tawa tersebut digantikan tawa yang lebih keras dengan suara berat.

Aneka gaya dan model tertawa ditampilkan para peserta Lomba Tertawa Terheboh tersebut. Peserta tak sekadar menyajikan tawa. Tapi, juga berdandan habis-habisan untuk menarik perhatian penonton.

Peserta dibagi menjadi dua kategori. Anak-anak usia Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar dan kategori dewasa. Lomba diikuti sekitar 60 peserta dari semua kategori. Mereka diberi waktu maksimal dua menit untuk tertawa.

Nah, sekarang tertawa malah bisa jadi ajang kompetesi ! Kalau tertawa yang satu ini mungkin factor pemicunya beragam sama seperti lomba-lomba yang pernah kita ikuti… Yang pasti satu hal menurut saya, dalam ajang ini tertawa tidak lagi senaturalistik tertawa biasa… wong yang dinilai gaya dan model ketawa… Semakin konyol modelnya, semakin kreatif tuh..

Tertawa tidak mengurangi jatah harta ko, tertawa juga tidak membuat kita berdosa, tertawa juga tidak menyebabkan penyakit kulit dan syarat, selama tertawanya dalam batas wajar bang ! Oleh karenanya……..TERTAWALAH SETIAP DETIK !



Another Posts:

0 komentar:

Posting Komentar