Waktu itu sebuah “sirkulasi” berisi proses-proses yang saling berhubungan, berkaitan, dan berkelanjutan. Sangat sulit kita menentukan pada titik mana waktu memulai prosesnya hingga menjadi sebuah siklus, sebuah musim, dan sebuah rotasi. Sama sulitnya ketika kita harus menterjemahkan kapan dan dimana sebenarnya proses “ kehidupan” ini dimulai. Kehidupan dalam arti yang kompleks dan koheren, tidak dibatasi oleh sekat status hidup, apakah dia makhluk atau kholik. Selama ini kita menilai bahwa kita hidup karena dihidupkan oleh Tuhan, karena Tuhan memberi kita paru-paru untuk bernafas hingga kita mampu menghirup oksigen ( O2 ) dan mengeluarkan karbondioksida ( CO2 ). Karena Tuhan memberi kita panca indra, hingga dengan mata kita bisa melihat, dengan telinga kita mampu mendengar, dengan lidah kita mampu membedakan asin, pahit, manis, asem… , dengan kulit kita mampu membedakan kasar dan halus, dengan lidah kita mampu bicara, berdialog, bahkan berdusta sekalipun. Itu fasilitas paling kecil dari Tuhan, jika mau kita bisa menuliskan semua fasilitas yang Tuhan berikan, tentu jangan bertanya sampai kapan akan selesai dan sebesar apa ruang kertas untuk menuliskannya. Dalam kadar kemampuan manusia yang penuh keterbatasan, untuk menghitung, menulis, mengungkap, bahkan mendiskusikan sekalipun semua fasilitas kehidupan yang diberikan Tuhan kepada makhluknya tidak akan pernah tuntas, tidak akan pernah cukup.
Waktu dalam persepsi sederhana dapat dilihat dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Detik yang dilalui bermetaformosis menjadi menit, menjadi jam, menjadi hari, menjadi minggu, menjadi bulan, dan menjadi tahun. Siklusnya tetap dengan rotasi hitungan matematis yang dapat dirumuskan. Siang akan diawali dengan hadirnya Mentari di pagi hari, dan malam akan diawali dari terbenamnya mentari dan hadirnya bulan. Bulan dan matahari keduanya tetap konsisten menjaga netralitas dari keinginan manusia, impian manusia, bahkan rayuan manusia. Dia akan hadir sesuai koridor dan ketetapan yang sudah diberikan padanya. Dan Kita tidak pernah “menyekutukan” siklus itu, sampai kita mulai bertanya kenapa siang harus ditandai munculnya Mentari dan kenapa malam harus ditandai munculnya bulan.
Waktu akan terus “berputar”??? benarkah ?? menurutku tidak, karena kita tidak mungkin menjumpai detik yang sama, menit yang sama, jam yang sama, hari yang sama, minggu yang sama, bulan yang sama, tahun yang sama. Maka, izinkan saya menyalahkan “ungkapan” ulang tahun yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang “salah”. Tahun tidak mungkin berulang, sebagaimana moment yang pernah kita lewati tidak mungkin dapat kita jumpai di waktu berikutnya. Berputarnya waktu tidak berarti kita dapat mengulang sejarah lama, kenangan lama, memory lama. Waktu berputar hanya pada porosnya, kita hanya menamai saja bahwa hari dimulai dari Senin sampai minggu, jam di mulai dari 00.00.00 s/d 23.59.59, dan bulan dimulai dari Januari sampai dengan Desember. Itu hanya penamaan saja untuk memudahkan bahwa dalam batas nama itu kita menyimpan memory, ada kejadian maupun keadaan yang berevolusi menjadi kenangan.
Andai waktu dapat “berputar”…. Mungkin tidak akan pernah ada keadaan seperti sekarang, karena kita selalu mengulang keadaan yang sama pada periode yang sulit untuk ditentukan. Kita menjadi bingung kapan waktu akan kembali mengitari keadaan yang kita lewati sekarang. Bayangkan, jika periode rotasi waktu dalam hitungan 6 tahun, maka selamanya kita akan menikmati kursi SD. Kita bisa menentukan apa yang akan diperbuat pada moment yang sama dan waktu yang sama, toh kita sudah pernah melewati moment itu dan waktu akan kembali menyapanya.
“Yang ada hanya kenangan”… rangkaian keadaan dan kejadian pada akhirnya hanya menjadi kenangan, sadar dan tidak disadari semuanya telah menjadi sunnatullah ( hukum alam ). Temanku selalu bilang, sudahlah… yang lalu biarlah berlalu, sekarang yang ada dihadapan kita adalah momentum sekarang dan esok.
Waktu tidak pernah berputar???
Guruku bilang “ nak, gunakan waktumu dengan sejuta aktifitas yang maslahat, hari ini tidak akan pernah sama dengan kemarin dan esok”. Mungkin kita belum mampu menghargai waktu seperti kita menghargai uang, menghargai emas, menghargai ilmu. Tapi sebagian yang lain memaknai waktu bak ibarat dewa penolong saat kepepet karena keterbatasan kesempatan dan peluang. Seorang pelari akan menghargai sedetik waktu saat ia bertarung mencapai garis finish. Seorang karyawan menghargai sejam waktu saat ia harus kerja lembur. Lalu apa makna waktu bagimu ????
Waktu tidak pernah berputar?? Dan kembali……Sejujurnya aku katakan, seandainya waktu bisa berputar… aku ingin …ingin… ingin….Sayang, waktu tak pernah kembali. Lakukan yang terbaik,
Karna kita tidak pernah tau pada moment apa kesempatan yang sama akan berulang…
Disela-sela jam istirahat, 270709
0 komentar:
Posting Komentar