Sabtu, 05 Desember 2009

Berlebaran di tenda-tenda pengungsian

Sebulan berlalu menyisakan pesona terdalam
Ramadhan berlalu berkemas dihantar oleh jutaan hamba-hamba-Mu
Hadir mengisi ruang-ruang kerinduan yang lama tak terobati
Menggenapkan amal dengan sepenuh perjuangan
Menatanya seperti menata rumah yang lama tak ku kunjungi
Merawatnya seperti merawat bunga melati yang lama tak ku sirami
Menyapanya seperti menyapa kekasih yang lama tak ku jumpai
Seolah esok adalah akhir dari dunia fana ini
Aku merenda mimpi dan cinta di bulan mulia
Melantunkan ayat-ayat suci yang Kau jaga di laul mahfudz
Mendawamkan sholat-sholat sunnah yang Rasul-Mu ajarkan
Merajut ukhuwah menebarkan rahmat dibumi-Mu

Gemuruh Takbir membahana hingga keangkasa
Mengetuk setiap jiwa yang mendengarnya
Membesakan dan Memuji Tuhan dihari mulia
Tak henti-hentinya melantunkan ayat-ayat suci
Hingga setiap jiwa yang lengah kembali tersadar
Hingga setiap hati yang luka menjadi sembuh
Hingga setiap dosa menjadi penyesalan
Hingga setiap dzikir menjadi kata terindah
Hingga setiap do’a menjadi penolong

Diusiaku menginjak 9 tahun yang belum mengenal apapun
Tentang hidup dan keadilan, tentang cinta dan kebencian
Menatap mentari dengan kemilau cahayanya
Embun pagi masih membekas di rumput-rumput tak beraturan
Debu-debu merah mengotori baju lusuh yang lama ku gunakan

Sesekali aku menyeka mata karena lelah menanti kehadirannya
Mencoba meyakini walau jutaan orang telah meniadakan
Tapi mereka hadir memenuhi ruang hati dan jiwa ini
Seolah tangan mereka melambai, sayup-sayup kudengar mereka pun berteriak
Haris ! Kau kah itu
Aku pun tersenyum, berlari, menghampirinya
Aku yakin mereka ada digubuk sana
Hatiku tak sabar ingin segera memeluk,
dan merekapun akan menciumku penuh cinta dan kasih
Hingga tibanya aku tepat dimana suara itu berasal
Aku menjadi tuli, sedikitpun tak kudengar suara apapun
Hanya gemericik air dibawah timbaan
dan angin yang berhembus menelusup ke ubun-ubun
Suara itu hilang seketika

Lalu, apa dengan itu kau masih mengatakan mereka sudah tiada?
Tidak ! Sekali lagi tidak !
Kini aku melihat mereka datang sangat nyata
Dengan sekulum senyum dan busana baru
Ah, aku yakin mereka membawakan ku baju baru dihari suci ini
Langkahnya lambat, dan semakin lambat, seperti diam
Dan benar saja dugaanku, mereka kini diam terpaku tepat didepanku
Senyumnya hilang berganti murung
Tak lama, mereka menghilang,
Seperti angin yang memporakporandakan gubuk kami
Sangat cepat berlalu dan melenyapkan semua yang ada

Haris ! Kau kah itu
Aku masih mendengar suara parau yang mirip dengan suara ibuku
Haris ! Kau kah itu
Dan lagi-lagi suara itu persis suara ayahku

Allahuakbar… Allahuakbar…. Walillahilhamdu
Imam akan memulai memimpin sholat ied
Aku tersadar dari lamunan panjangku
Tentang isak kesedihan dan duka
Hidup seorang diri, sebatang kara tanpa ibu, tanpa ayah.
Yang telah tiada saat bencana itu tiba

Disaat kami sedang bersenda gurau
Ayah melempar sandalku yang sudah butut, “Besok kita beli yang baru nak” tuturnya
Dan ibu tertawa sangat lebar, “Sekalian punya ibu juga ya”
Dan aku bersorak riang, “Horeeeeeeeeeeee…..! lebaran pake sandal baru”
Seketika, angin berhembus sangat kencang, gemuruhnya kasar hingga aku ketakutan
Kami berlarian keluar
Mencari celah pintu untuk menyelamatkan diri
“Ayo nak… kamu duluan keluar” ayah mendorongku keluar gubuk
Akupun berlari sangat kencang, hingga melebihi batas kemampuanku

Disaat aku menoleh,
Berharap mereka ada dibelakangku
Ternyata gubuk kecil kami sudah roboh
Tertimpa reruntuhan tanah longsor dan rimbun pohon-pohon besar
Semua orang berteriak histeris
Cemas, takut, tangis, menjadi kesatuan rasa yang hadir menyelimuti hari itu

Haris ! Kau kah itu
Kini yang menyapa bukan lagi bayangang semu suara dan raga
Tapi seorang marbot mushola tua yang ada tepat disebalah gubuk kami dulu
Kini dia sama seperti kami, bernasib hidup ditenda-tenda pengungsian.
“Selamat Idul Fitri, semoga ayah dan ibumu tenang diperistirahannya” tuturnya
Sungguh, aku tak kuasa menjawabnya ! Linangan air mata lebih deras dari kata-kata
Aku menangis tersedu-sedu, membasahi baju koko pemberian pada dermawan

Sholat ied sudah usai
Setiap kami berjabatan tangan, meminta belas kasih dan maaf
Atas khilaf dan dosa
Tak lagi ada kemewahan dan kemiskinan
Ditanah lapang merah, dipagi yang cerah, didekat kuburan masal orang-orang tercinta
Semuanya menjadi satu, sangat utuh melebihi keakraban yang kami ciptakan sendiri

Ditenda-tenda pengungsian
Berkeliling aku bersama ratusan korban gempa bersalaman, berpelukan, membagi separuh demi separuh rasa bahagia yang ada walau itu kecil
Dengan langkah penuh keberanian, setiap orang melawan kesedihannya
Memburu buah dari kesabaran yang lama mereka nantikan

Ditenda-tenda pengungsian
Bersama arwah Ayah dan Ibu ku, izinkan aku menyampaikan berita bahagia
Bahwa kami menjadi sebatang kara dibulan suci ini, bulan yang Allah agungkan
Memeriahkan kesyahduan idul fitri dengan mimpi-mimpi masa depan
Esok hari, adalah harapan yang tak boleh pupus oleh waktu dan keputusasaan
Hingga azal mempertemukanku kembali dalam tautan cinta
Bersama ayah, bersama ibu, yang tak letih kucinta !

Allahu Akbar…Allahu Akbar… Walillahilhamdu


Note :
Alhamdulillah, kita masih bisa berlebaran bersama orang-orang yang masih mencintai dan kita cintai !
Karawang, 21 Sept 2009
Ikmal Maulana

Another Posts:

0 komentar:

Posting Komentar