Bahwa setiap proses akan dieksekusi menjadi hasil, dan setiap hasil menjadi bukti dari kekuatan proses yang dilakukan. Hasil menunjukan kualitas kelayakan dan kepantasan untuk diapresiasi. Seorang pencetak gol dalam pertandingan sepak bola akan disuguhi riuh tepuk tangan dari para supporternya, dan itulah wujud apresiasi sebuah hasil yang dilalui dari proses perjuangan mencetak gawang. Ketika seorang anak meraih juara 1 pada ujian sekolah, ayahnya memberikan sepeda sebagai hadiah, dan itulah bentuk apresiasi seorang ayah atas kerja keras anaknya.
Apresiasi saya interpretasikan sebagai feedback naluriah dari rasa yang terbentuk oleh keadaan dan kesempatan. Ketika saya diterima menjadi seorang karyawan disalah satu perusahaan ternama, teman-teman saya akan memberi ucapan selamat, menyalaminya, dan menebar senyum menandakan bahwa dengan keadaan dan kesempatan itu merekapun ikut berbahagia. Lalu, secara naluriah, hati saya menjadi senang lebih dari keadaan-keadaan sebelumnya, seolah beban yang bertumpuk beberapa saat sebelum keputusan penerimaan karyawan diumumkan hilang seketika. Dalam keadaan itu, seperti seorang pencetak gawang disebuah pertandingan akbar, saya merasa dunia menyuguhi riuh tepuk tangan atas keberhasilan saya.
Apresiasi diburu setiap kita yang tengah menggenapkan perjuangan hidupnya. Seorang pelajar akan menggenapkan perjuangannya untuk meraih prestasi sekolah, seorang karyawan akan menggenapkan perjuangnya untuk meraih prestasi kerja dan posisi yang lebih strategis, seorang penggangguran menggenapkan perjuangnnya untuk meraih pekerjaan yang dinilai pantas untuknya, seorang pecinta menggenapkan perjuangnnya untuk meraih cinta dari seorang yang dianggapnya layak untuk dicintai dan memberi cinta. Dan kita berperan sebagai apapun, selalu menggenapkan perjuangan atas ikhtiar-ikhtiar untuk meraih yang menjadi tujuan, mimpi, harapan. Semua upaya penggenapan perjuangan yang dilakukan hingga memperolah hasil terbaik bertolak pada keinginan kita untuk mendapatkan apresasi.
Sebuah apresiasi yang menjadi penyemangat kita untuk terus memaksimalkan raga hingga tak mengenal lelah. Pada saat kita kehilangan apresiasi dengan keadaan dan kesempatan yang ada, hati menjadi sakit, dada terasa sesak, seolah ada beban yang menghambat saluran pernafasan kita, menggelapkan mata dan fikiran. Lihatlah, seorang pengangguran yang tidak diterima bekerja karena sulit menguasai keadaan saat interview, lihatlah seorang siswa yang tidak naik kelas karena kemalasan, lihatlah seorang yang kalah dalam pertandingan, dan lihatlah seorang pecinta yang cintanya tertolak. Semua yang mereka dapatkan bukan lagi apresasai tepuk tangan, ucapan selamat, atau sekulum senyum. Lalu, atas keadaan yang mereka pijaki itu, kita menyebutnya sebagai orang-orang yang gagal !
*****
Gagal – Menjadi kata yang “angker” bagi pejuang-pejuang yang ingin menggenapkan ikhtiarnya. Kata ini menjadi sangat familier saat kita tengah berupaya untuk mendapatkan hasil maksimal dari semua yang menjadi tujuan hidup, mimpi, keinginan, harapan, angan-angan. Apa yang kau rasakan saat menempati porsi sebagai seorang yang gagal ! – kecewa, sakit, sedih, menangis. Sebagian kita menjadi seorang yang frustasi, stress, bahkan gila karena sebuah proses yang gagal. Sebagian kita juga menjadi seorang yang takut, phobia untuk melangkah pada jalan yang sama, tujuan yang sama, target yang sama karena sebuah hasil akhir yang gagal.
Hari-hari menjadi moment yang sangat membosankan, rumah menjadi ruang pengap yang jauh dari kedamaian, perjalanan menjadi petualangan yang melelahkan. Itulah keadaan yang menyelimuti pribadi-pribadi yang telah gagal dalam menggenapkan ikhtiarnya.
Kegagalan – ada karena sebuah proses dan hasil akhir sebagai muara tujuan, tapi gagal bukan akhir sebuah proses panjang. Kegagalan adalan kesempatan dan keadaan untuk merasakan apresiasi dari keberhasilan yang tertunda. Kegagalan adalah kesempatan berbeda yang memberi ruang sangat luas, waktu lebih lama, dan energi lebih tangguh untuk mempertinggi kualitas pembelajaran. Kegagalan adalah serpihan-serpihan hidup yang harus kita satukan menjadi kepingan logam hidup sebagai symbol kesuksesan.
Mungkin ada yang harus diperbaiki dalam proses
Mungkin ada yang harus diluruskan dalam menetapkan tujuan
Mungkin ada yang harus dikuatkan dalam keyakinan mencapainya
Hingga kita belum berkesempatan untuk mencicipi riuh tepuk tangan, senyuman dari sahabat-sahabat, dan kejutan dari kekasih pujaan saat dia mengatakan “ya” atas ungkapan cinta.
Jangan salahkan Tuhan untuk sesuatu yang bisa diperbaiki // Hingga tak ada letupan kepasrahan yang sesungguhnya adalah keputusasaan – Ikmal Maulana
****
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi
Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
( D’Masiv – Jangan Menyerah )
Tak ada yang terlahir sebagai manusia yang'sempurna' – Kita terlalu lemah untuk hidup secara mandiri dan terbebas dari ketergantungan, hingga dalam setiap kegagalan dan kehilangan apresasi dari orang-orang yang kita harapakan untuk memberikannya membuat langkah seperti kaku dan hidup semakin membias.
Bahwa kegagalan bukanlah akhir dalam proses yang dilalui, mungkin adalah awal untuk kembali menyusun strategi perjuangan. Seorang pedagang sukses tidak pernah tahu bahwa titik tolak kesuksesannya adalah ketika dia di PHK di perusahaan tempatnya bekerja. Seorang ilmuwan tidak pernah tahu bahwa titik tolak keberhasilan penelitiannya adalah kegagalan eksperimen berkepanjangan. Seorang pecinta baru menyadari bahwa ternyata istri/suami nya adalah seorang yang mencintai secara tulus dan membahagaikan hidup setelah cintanya tidak diapresiasi oleh kekasihnya atau gagal dalam merajut komitmen pernikahan. Dan banyak kegagalan-kegagalan lain yang mungkin dengan itulah Tuhan memberi kesempatan dan keadaan berebeda – lebih baik dari apa yang kita duga – sehingga tak ada penyesalan saat pencapaian tujuan yang “salah” sudah kita raih.
Saya hanya ingin menterjemahkan dalam kapasitas pengalaman yang sangat dangkal, dari buku-buku bacaan yang sudah usang – kau boleh menyebutnya buku-buku kuno -, dan saya hanya ingin berbagi kadar pemikiran saya tentang substansi sebuah kegagalan. Saya menulis bukan bagian dari orang-orang yang selalu berhasil, melainkan bagian dari orang yang tidak jarang bersandungan dengan kegagalan.
Tapi saya percaya ! Kerja-kerja perbaikan selalu ada, penyempurnaan selalu menjadi tuntutan, karena itulah saya membutuhkan "kegagalan" untuk memperbaiki yang kurang dan menyempurnakan yang tidak ideal.
Karawang, 26 Sept 2009
Ikmal Maulana
Apresiasi saya interpretasikan sebagai feedback naluriah dari rasa yang terbentuk oleh keadaan dan kesempatan. Ketika saya diterima menjadi seorang karyawan disalah satu perusahaan ternama, teman-teman saya akan memberi ucapan selamat, menyalaminya, dan menebar senyum menandakan bahwa dengan keadaan dan kesempatan itu merekapun ikut berbahagia. Lalu, secara naluriah, hati saya menjadi senang lebih dari keadaan-keadaan sebelumnya, seolah beban yang bertumpuk beberapa saat sebelum keputusan penerimaan karyawan diumumkan hilang seketika. Dalam keadaan itu, seperti seorang pencetak gawang disebuah pertandingan akbar, saya merasa dunia menyuguhi riuh tepuk tangan atas keberhasilan saya.
Apresiasi diburu setiap kita yang tengah menggenapkan perjuangan hidupnya. Seorang pelajar akan menggenapkan perjuangannya untuk meraih prestasi sekolah, seorang karyawan akan menggenapkan perjuangnya untuk meraih prestasi kerja dan posisi yang lebih strategis, seorang penggangguran menggenapkan perjuangnnya untuk meraih pekerjaan yang dinilai pantas untuknya, seorang pecinta menggenapkan perjuangnnya untuk meraih cinta dari seorang yang dianggapnya layak untuk dicintai dan memberi cinta. Dan kita berperan sebagai apapun, selalu menggenapkan perjuangan atas ikhtiar-ikhtiar untuk meraih yang menjadi tujuan, mimpi, harapan. Semua upaya penggenapan perjuangan yang dilakukan hingga memperolah hasil terbaik bertolak pada keinginan kita untuk mendapatkan apresasi.
Sebuah apresiasi yang menjadi penyemangat kita untuk terus memaksimalkan raga hingga tak mengenal lelah. Pada saat kita kehilangan apresiasi dengan keadaan dan kesempatan yang ada, hati menjadi sakit, dada terasa sesak, seolah ada beban yang menghambat saluran pernafasan kita, menggelapkan mata dan fikiran. Lihatlah, seorang pengangguran yang tidak diterima bekerja karena sulit menguasai keadaan saat interview, lihatlah seorang siswa yang tidak naik kelas karena kemalasan, lihatlah seorang yang kalah dalam pertandingan, dan lihatlah seorang pecinta yang cintanya tertolak. Semua yang mereka dapatkan bukan lagi apresasai tepuk tangan, ucapan selamat, atau sekulum senyum. Lalu, atas keadaan yang mereka pijaki itu, kita menyebutnya sebagai orang-orang yang gagal !
*****
Gagal – Menjadi kata yang “angker” bagi pejuang-pejuang yang ingin menggenapkan ikhtiarnya. Kata ini menjadi sangat familier saat kita tengah berupaya untuk mendapatkan hasil maksimal dari semua yang menjadi tujuan hidup, mimpi, keinginan, harapan, angan-angan. Apa yang kau rasakan saat menempati porsi sebagai seorang yang gagal ! – kecewa, sakit, sedih, menangis. Sebagian kita menjadi seorang yang frustasi, stress, bahkan gila karena sebuah proses yang gagal. Sebagian kita juga menjadi seorang yang takut, phobia untuk melangkah pada jalan yang sama, tujuan yang sama, target yang sama karena sebuah hasil akhir yang gagal.
Hari-hari menjadi moment yang sangat membosankan, rumah menjadi ruang pengap yang jauh dari kedamaian, perjalanan menjadi petualangan yang melelahkan. Itulah keadaan yang menyelimuti pribadi-pribadi yang telah gagal dalam menggenapkan ikhtiarnya.
Kegagalan – ada karena sebuah proses dan hasil akhir sebagai muara tujuan, tapi gagal bukan akhir sebuah proses panjang. Kegagalan adalan kesempatan dan keadaan untuk merasakan apresiasi dari keberhasilan yang tertunda. Kegagalan adalah kesempatan berbeda yang memberi ruang sangat luas, waktu lebih lama, dan energi lebih tangguh untuk mempertinggi kualitas pembelajaran. Kegagalan adalah serpihan-serpihan hidup yang harus kita satukan menjadi kepingan logam hidup sebagai symbol kesuksesan.
Mungkin ada yang harus diperbaiki dalam proses
Mungkin ada yang harus diluruskan dalam menetapkan tujuan
Mungkin ada yang harus dikuatkan dalam keyakinan mencapainya
Hingga kita belum berkesempatan untuk mencicipi riuh tepuk tangan, senyuman dari sahabat-sahabat, dan kejutan dari kekasih pujaan saat dia mengatakan “ya” atas ungkapan cinta.
Jangan salahkan Tuhan untuk sesuatu yang bisa diperbaiki // Hingga tak ada letupan kepasrahan yang sesungguhnya adalah keputusasaan – Ikmal Maulana
****
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi
Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
( D’Masiv – Jangan Menyerah )
Tak ada yang terlahir sebagai manusia yang'sempurna' – Kita terlalu lemah untuk hidup secara mandiri dan terbebas dari ketergantungan, hingga dalam setiap kegagalan dan kehilangan apresasi dari orang-orang yang kita harapakan untuk memberikannya membuat langkah seperti kaku dan hidup semakin membias.
Bahwa kegagalan bukanlah akhir dalam proses yang dilalui, mungkin adalah awal untuk kembali menyusun strategi perjuangan. Seorang pedagang sukses tidak pernah tahu bahwa titik tolak kesuksesannya adalah ketika dia di PHK di perusahaan tempatnya bekerja. Seorang ilmuwan tidak pernah tahu bahwa titik tolak keberhasilan penelitiannya adalah kegagalan eksperimen berkepanjangan. Seorang pecinta baru menyadari bahwa ternyata istri/suami nya adalah seorang yang mencintai secara tulus dan membahagaikan hidup setelah cintanya tidak diapresiasi oleh kekasihnya atau gagal dalam merajut komitmen pernikahan. Dan banyak kegagalan-kegagalan lain yang mungkin dengan itulah Tuhan memberi kesempatan dan keadaan berebeda – lebih baik dari apa yang kita duga – sehingga tak ada penyesalan saat pencapaian tujuan yang “salah” sudah kita raih.
Saya hanya ingin menterjemahkan dalam kapasitas pengalaman yang sangat dangkal, dari buku-buku bacaan yang sudah usang – kau boleh menyebutnya buku-buku kuno -, dan saya hanya ingin berbagi kadar pemikiran saya tentang substansi sebuah kegagalan. Saya menulis bukan bagian dari orang-orang yang selalu berhasil, melainkan bagian dari orang yang tidak jarang bersandungan dengan kegagalan.
Tapi saya percaya ! Kerja-kerja perbaikan selalu ada, penyempurnaan selalu menjadi tuntutan, karena itulah saya membutuhkan "kegagalan" untuk memperbaiki yang kurang dan menyempurnakan yang tidak ideal.
Karawang, 26 Sept 2009
Ikmal Maulana
0 komentar:
Posting Komentar